Friday, December 31, 2010

Kejati terus kebut Pemeriksaan Jalinpantim

Bandarlampung (Kupas Tuntas)

Setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan terhadap mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Lampung Timur, I Wayan Sutarja, kemarin (28/12), penyidik kembali melakukan pemeriksaan dua saksi dalam kasus dugaan korupsi kalan lintas timur sumatera (Jalinpatim).

Keduanya yakni, Mashur Sampurna Jaya, selaku anggota sekretariat panitia pengadaan tanah (12), Zailani hamza (21) Kabid pariwista, Pemkab Lampung Timur.
Mereka diperiksa, sebnagai saksi sekitar sekitar pukul 9.00 WIB hingga pukul 11.30 WIB.

Kasi Penyidikan Pidana Khusus kejati Lampung, Ardiansyah, ditemui di Kejati Lampung, kemarin (28/12), mengatakan, pemeriksaan ini baru dilakukan untuk mengetahui sepurtar ganti rugi tanam tumbuh pada proyek pelebaran jalan jalinpatim.
“pemeriksaan masih seputar ganti rugi tanam tumbuh,”kata Ardiansyah.

Sementara, dikonfirmasi terpisah, Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Teguh mengaku pihaknya masih menyelidiki keterlibatan Sekda lamtimyang dulu menjabat ketua Tim sembilan. “yang jelas keterlibatannya masih dikaji dan memang dan terlibat dalam proyek itu,”kata teguh kemarin.

Mengenai tindak pidananya (Wayan, red), kata Teguh, itu juga masih dalam pengkajian mereka jadi belum dapat disimpulkan sementara ini.Sementara soal adanya tersangka baru dalam aksus ini, kata Teguh sudah ada karena emang nbanyak pihak yang terlibat.”soal kapan ada tersangka barunya tunggu saja yang pasti mungkin tahun 2011 sudah bisa ditetapkan tersangka baru itu saat kita sedang bekerja menangani kasus ini,” katanya.

Sebelumnya, kepala seksi (Kasi) penyidikan, Kejati Lampung, Ardiansyah, di Kejati Lampung, menjelaskan kedatangan I Wayan Sutarja ke kejati Lampung dalam kapsitasnya selaku ketua tim 9 saat proyek ini berlangsung 2008 silam. “bukan diperiksa, hanya dipanggil untuk menyerahkan dokumen, terkait gantirugi tanam tumbuh,”katanya.

Disebutkannya, Wayan sendiri ketika itu, menjabat sebagai ketua tim sembilan. Kapasitasnya dalam pemanggilan ini sebagai saksi. Ia berada di ruangan Kasi Penyidikan sekitar pukul 9.00 WIB hingga 11.30 WIB.
Untuk mendukung fakta yang telah ada maka dilakukan pemeriksaan dan meminta dokumen-dokumen seputar proyek jalinpatim. “kapasitasnya sebagai saksi, kita lakukan pengumpulan dokumen untuk mendukung alat bukti yang telah ada,”ujarnya.

Menurutnya, selaku ketua tim, Wayan berwenang sebagai penaksir harga atas bangunan dan tanam tumbuh. "Dia juga menyaksikan pelaksanaan ganti rugi kepada pemilik bangunan dan tanaman," jelasnya. Sementara.

Diketahui, proyek pelebaran jalan tahun anggaran 2008 yang menghubungkan Pelabuhan Bakauheni dan Jalan Lintas Timur di Sukadana itu terkatung-katung karena pembebasan lahan bermasalah. Warga yang tanahnya terkena proyek pelebaran melarang pembangunan jalan. Sehingga proyek yang sudah berlangsung hampir lima tahun itu terhenti dan tak kunjung selesai hingga kini. Belakangan kejati mengendus adanya dugaan korupsi dalam proyek ini.

Dalam proyek ini, anggaran yang digunakan untuk pembebasan lahan itu terbagi atas dua tahun anggaran. Pada 2008, pemerintah menganggarkan Rp32 miliar melalui APBN.

Sedangkan pada 2009 sebesar Rp19 miliar. Kejati menilai ada indikasi fiktif dan markup dalam realisasi pembebasan lahan itu. Kejati mengindikasi pengerjaan proyek ini telah melanggar pasal 2, 3, 9, dan 12 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.Elka

Fery Sulisthio Akui Cek


BANDARLAMPUNG – meski sebelumnya mengakui bahwa tujuh lembar cek senilai masing-masing satu miliar milik Fery Sulisthio (47) alias Alay hilang di pasar 16 Ilir Palembang, namun, kemudian Alay akhirnya mengakui bahwa cek itu tidak hilang. Tujuh lembar cek itu, menrutunya adalah cek kosong. Ia berdalih tidak dapat membayar hutang Rp7 miliar dari total Rp8 miliar kepada Widiarto alias Akau karena ruko di pasar Terong, Makasar belum laku.
Demikian diungkapkan Alay dalam sidnag dengan agenda pemeriksaan terdakwa di pengadilan negeri kelas IA, kemarin (29/12). “Uang Rp7 miliar dari widarto tidak bias kembali, karena pasar kios yg ada di makasar tidak laku, makanya tidak bisa bayar,”katanya.
Diaktkannya, depan majelis hakim yang diketuai oleh Robert Simorangkir, ia dan korban sebelumnya sepakat untuk mengganti dengan delapan bidang tanah jika tidak dapat membayar. Sementara, sebelumnya dihadapan majelis hakim, Alay mengaku tujuh lembar cek, hilang di pasar 16 Ilir. “cek itu hilang, kecopetan di pasar 16 ilir Palembang, tangal 24 Agustus 2007 pas mau saya serahin,”katnaya di depan hakim.
Hakim Syahlan langsung berang mendengar hal ini. Menruutnya, cek tersebtu tidak hilang. “ini apa? Mengapa dibilang kena copet kalau sebenanrnya tidak hilang. Seakan-akan orang Palembang copet semua,”kata pria kelahiran Palembang ini. Hakim kemudian menunjukkan cek tersebut kepada Alay. Akhirnya setelah didesak oleh hakim, Alay mengaku jika cek itu tidak hilang, melainkan cek kosong.
Diaktakannya, pasar Terong memiliki 780 kios 24 ruko empat lantai. Sebagian besar ruko belum laku. “karena itu, saya belum bisa bayar, pak hakim,”ujarnya.
Sebelumnya, dalam sidang dakwaan, Jaksa mendakwa Alay dengan pasal tunggal tentang penipuan, pasal 378 KUHAP. Alay didakwa melakukan penipuan terhadap Widarto alias Akau hingga korban merugi sekitar Rp8 miliar.
Dikatakan JPU, kejadian tersebut bermula pada tahun 2007, bertempat di jalan Ikan Hiu Blok C No. 3 Telukbetung Bandarlampung. Mulanya, terus JPU, Warga JL Badak Blok F No. 12 Komplek Kedamaian Indah Permai, Bandarlampung ini memiliki hubungan kerjasama dalam pembangunan Pasar Terong dengan saksi korban Widiarto alias Akau. “Dalam perjanjian tersebut, terjadi perselisihan dimana terdakwa telah membuat sertifikat pengganti Hak guna Bangunan (HGB) No, 163 Pasar Terong, Makasar. Padahal terdakwa mengetahui bahwa sertifikat aslinya ada pada saksi korbandan sertifikat tersebut kemudian dipergunakan terdakw a untuk menjual ruko yang telah dibangun kepada pihak lain tanpa sepengetahuan korban.”ujar JPU.
Pada 19 April 2007 kemudian Alay datang menemui Akau bertemu di Kantor Bumi Waras Telukbetung dengan disaksikan oleh Benny Susanto alias Abeng. Dalam kesempatan tersebut, Alay mengatakan bahwa telah membuat duplikat sertifikat tersebut dan telah diserahkan untuk pembangunan ruko. Akhirnya terdakwa dan korban kemudian sepakat untuk membuat perjanjian Nomor 40 atas permintaan terdakwa yang meminta saksi korban untuk melepaskan haknya dalam pembangunan pasar terong senilai Rp9 miliar sebagai haknya atas pasar tersbut. Selanjutnya, terdakwa menyerahkan tujuh lembar cek tunai bank mandiri senilai Rp9 miliar.
Namun, tanggal 25 Agustus terdakwa justru membuat surat kehilangan pada pihak kepolisian di pos polisi 16 Ilir Palembang atas enam lembar cek ersebut. Sehinga tujuh lembar cek tersebut tidak dapat dicairakan, korban hanya sem[a[t mencairkan satu lembar cek senilai Rp1 miliar. ”sedamgkan enam lebar cek tidak dapat dicairkan karena sudah ada laporan kehilangan kepada pihak kepolisian oleh terdakwa,”kata JPU.
Majelis Hakim yang dipimpin Rober Simorangkir, kemudian memutuskan untuk menunda persidangan satu pekan (15/1) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi korban.(ben)